Biografi Jendral Sudirman – Siapa yang tak kenal dengan Sang Jenderal Besar Pahlawan Indonesia yang satu ini? Sikap gagah berani dan pantang menyerah akan menjadi teladan bagi rakyat Indonesia.
Dia adalah Jenderal Sudirman, tokoh nasionalis yang memiliki jasa besar dalam kemerdekaan Republik Indonesia.
Daftar Isi Artikel
Kelahiran dan Keluarga Jenderal Sudirman
Raden Sudirman lahir pada tanggal 24 Januari 1916 di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga.
Beliau terlahir dari keluarga sederhana dengan ayah bernama Karsid Kartawiuraji yang merupakan seorang mandor tebu di pabrik gula Kalibangor. Dan ibunya bernama Siyem.
Kedua orang tua Sudirman memiliki cita-cita agar anaknya mendapatkan masa depan yang lebih baik. Tentu, harapannya itu dapat dicapai jika anaknya tersebut mendapat kehidupan dan pendidikan yang baik pula.
Maka, ketika adik mereka yang bernama Raden Cokrosunaryo, yang menjabat seorang Camat berniat mengadopsi Sudirman, mereka pun mengikhlaskannya dengan harapan bahwa Sudirman mendapatkan masa depan yang cerah.
Kehidupan Masa Kecil Sudirman
Harapan kedua orang tuanya di kampung pun terwujud. Sudirman mendapat perawatan dan perlakuan yang baik dari keluarga pamannya.
Ketika memasuki masa pensiun, Raden Cokrosunaryo memilih tinggal di Kampung Kemanggisan dan bertugas sebagai penasihat Pengadilan Negeri Cilacap.
Di daerah itulah, Sudirman menghabiskan masa kecilnya. Lalu, saat berusia tujuh tahun, Sudirman dimasukkan ke Hollandsch Inlandsche School (HIS) atau sekolah pribumi oleh pamannya.
Di sekolah ini, Sudirman kecil mendapatkan pendidikan dasar bersama teman seusianya.
Sejak kecil, Sudirman tak hanya mendapat pendidikan di sekolah resmi, tetapi juga mengikuti pendidikan agama dengan belajar mengaji di langgar. Kegiatan ini dilakukan selepas pulang sekolah.
Kehidupan Remaja Sudirman
Masa remaja Sudirman sempat mengalami keterpurukan, yaitu saat dia harus kehilangan pamannya yang meninggal dunia. Keluarganya jatuh miskin, sehingga kehidupan sehari-harinya menjadi lebih prihatin.
Namun, itu semua tidak menyurutkan semangat belajar Sudirman. Dia tetap menunjukkan kegigihannya dalam mengejar cita-cita. Bahkan, karena jasa pamannya kepada negara, Sudirman dapat tetap melanjutkan pendidikannya tanpa membayar uang sekolah.
Masa remaja Sudirman juga mulai menumbuhkan rasa nasionalis yang tinggi. Ini terbukti dengan semakin kritisnya pola pikir Sudirman dibanding dengan remaja seusianya. Selain itu, pendidikan agamanya pun tetap berlanjut.
Kali ini, dia belajar kepada Raden Muhammad Ragil tentang ilmu keagamaan. Kemampuan berbicaranya semakin terasah karena sering berlatih ceramah. Banyak teman yang menjulukinya dengan “Haji” karena kebiasaannya itu.
Pendidikan Sudirman
Selesai sekolah di HIS, Sudirman melanjutkan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), yaitu setingkat sekolah menengah pertama. Namun, pada tahun berikutnya, pindah lagi ke Parama Wiworotomo.
Di sekolah inilah, Sudirman mulai mendapatkan pendidikan tentang sikap kebangsaan. Sekolah ini, memiliki guru-guru yang aktif di organisasi Boedi Oetomo, di antaranya Raden Soemojo dan Soewardjo Tirtosoepono.
Sudirman juga mulai aktif dalam Hizbul Wathan, sebuah organisasi kepanduan di bawah asuhan Muhammadiyah. Bahkan setelah lulus dari Wirotomo, beliau sempat menjadi pemimpin organisasi itu.
Setelah lulus Wirotomo, Sudirman melanjutkan sekolahnya ke Kweekschool, yaitu sekolah khusus guru milik Muhammadiyah, namun tidak berlangsung hingga selesai karena kekurangan biaya. Lalu, ia pun kembali ke Cilacap dan mulai mengajar di Sekolah Dasar Muhammadiyah.
Karier dan Perjalanan Hidup
1. Kisah Pribadi Sang Jenderal
Ketika memulai kariernya sebagai pengajar di sekolah dasar dan aktif di organisasi Muhammadiyah, Sudirman mulai menaruh hati pada seorang gadis. Dia adalah teman sekolahnya sewaktu di Wirotomo.
Gadis itu bernama Siti Alfiah, putri seorang saudagar kaya raya dari Cilacap. Kedua orang tuanya juga aktif dalam organisasi Muhammadiyah, sehingga mengenal dengan baik karakter Sudirman.
Setelah menikah, mereka berdua dikaruniai tiga orang putra dan empat orang putri, sebuah keluarga besar hasil buah cinta mereka berdua.
Alfiah sangat setia menemani Sudirman dalam segala kondisi, bahkan saat tersulit, yaitu pada saat Sudirman harus berjuang melawan penjajah di tengah sakit parah.
2. Awal Mula Karier di Militer
Masa Jepang berkuasa di Indonesia pada tahun 1942, membawa dampak yang besar bagi dunia pendidikan. Saat itu, Jepang menutup sekolah tempat Sudirman mengajar dan menjadikannya sebagai pos militer.
Sudirman pun bernegosisasi dengan militer Jepang. Walau cukup alot, akhirnya sekolah itu dibuka dan Sudirman dapat tetap mengajar dengan fasilitas yang sangat dibatasi. Bahkan, semua kegiatan belajar disana selalu diawasi oleh Jepang.
Pada tahun 1944, Sudirman diberi kesempatan untuk menjabat sebagai dewan keresidenan yang dibentuk oleh Jepang. Lalu, selanjutnya mendapat penawaran lagi untuk bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA). Semangat juang Sudirman pun semakin berkobar.
Di PETA, dia mendapatkan semua ilmu tentang kemiliteran. Ditambah dengan kecerdasan yang dimilikinya, Sudirman pun dapat menyelesaikan pendidikan militernya di Bogor dengan baik. Bahkan, dia menjabat sebagai Komandan Batalion di Kroya.
Dan, pada saat Jepang menyerah pada Sekutu, Sudirman pun mulai menunjukan sikap aslinya yang ingin menginginkan kemerdekaan untuk bangsa Indonesia.
Dia bersama teman seperjuangan lainnya mulai menyusun strategi untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda yang datang kembali ke Indonesia.
Peristiwa-Peristiwa Sejarah Indonesia
1. Peristiwa Kroya
Pada masa kekosongan pemerintahan pasca Jepang menyerah pada Sekutu, Sudirman memimpin pelarian dari markas PETA di Bogor. Saat itu, tujuan utamanya adalah menemui Soekarno dan Hatta, pasangan proklamator Indonesia.
Setelah bertemu, Soekarno dan Hatta malah meminta Sudirman untuk memimpin pasukan RI di Jakarta. Namun, hal ini ditolak, dan dia lebih memilih untuk melakukan pengawasan di Kroya. Misi ini sebenarnya mengawasi penyerahan diri tentara Jepang pada Sekutu.
Sudirman memiliki tanggung jawab terhadap divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Lalu, pada tanggal 12 november 1945, Sudirman terpilih menjadi panglima besar TKR di Yogyakarta dan Oerip Soemohardjo diangkat menjadi kepala staff.
Adanya pasukan ini membuat percaya diri rakyat kembali muncul, bahkan jiwa nasionalis semakin berkobar. Rakyat menunjukkan sikap berani melawan penjajah bersama dengan TKR pimpinan Sudirman.
2. Pertempuran Ambarawa
Awal mula terjadi pertempuran ini adalah dengan kedatangan pihak Sekutu di Semarang yang akan mengurus penyerahan diri tentara Jepang. Namun, kedatangan Sekutu ini diboncengi oleh NICA.
Saat telah sampai di Magelang, NICA bermaksud membebaskan para tawanan Belanda, namun sayangnya mereka malah mempersenjatai para tentaranya itu. Bukan hanya itu, Sekutu juga melucuti TKR yang berjaga di Magelang.
Perlawanan pun terjadi di bawah pimpinan M. Sarbini. Namun, tidak berlangsung lama karena Presiden Soekarno segera mengatasi melalui jalan diplomasi. Namun, kecurangan Sekutu dan NICA kembali terjadi.
Mereka malah diam-diam pergi menuju benteng Ambarawa. Namun, Tentara Keamanan Rakyat melakukan pengejaran dan pertempuran pun tak dapat dihindari lagi. Saat itu, banyak sekali tentara yang gugur dalam medan perang.
Kondisi ini membuat Kolonel Sudirman terpukul dan langsung memutuskan untuk terjun langsung ke medan pertempuran. Hadirnya pemimpin memberikan semangat baru bagi para prajurit. Mereka pun kembali menyusun strategi untuk melakukan perlawanan.
Sudirman saat ini mengatur strategi perang yang dikenal dengan taktik gelar supit urang, yaitu pengepungan rangkap yang dilakukan dari dua sisi sehingga tidak memberi peluang pada musuh untuk kabur.
Pertempuran sengit pun terjadi. Diwarnai dengan baku tembak mitraliur dan karaben yang tak putus-putus. Tentara Indonesia memutus hubungan komunikasi dan suplai senjata Sekutu, sehingga mereka pun berada dalam keadaan yang tersudut.
Akhirnya, pertempuran dimenangkan oleh pihak tentara Indonesia. Mereka dapat merebut kembali Ambarawa dalam waktu empat jam. Pasukan Sekutu mundur dan angkat kaki dari Semarang. Kemenangan ini membuat bangga dan suasana haru biru masyarakat sekitar.
Tak hanya itu, Sekutu pun jadi tidak berani menganggap remeh tentara Indonesia, karena semangat juang dan keberaniannya terbukti mengalahkan tentara mereka yang mungkin memiliki persenjataan yang lebih lengkap.
Di sisi lain, kemenangan ini juga menjadi momentum permulaan bagi perjuangan rakyat Indonesia. Sehingga, menjadi semangat untuk menumbuhkan daya juang terhadap ketidakadilan yang dibawa oleh bangsa asing.
Melalui pertempuran Ambarawa, akhirnya Presiden Soekarno memberikan jabatan Panglima Besar kepada Sudirman. Karena telah menunjukkan keberhasilam mengatur strategi dan memimpin pasukannya hingga berhasil memenangkan pertempuran.
3. Sakitnya Sang Jenderal
Setelah memenangkan pertempuran di Ambarawa, nama Jenderal Sudirman semakin dikenal oleh rakyat Indonesia ataupun pihak Sekutu dan Belanda. Semasa Agresi Militer I pun, Sudirman berperan aktif dalam menjaga pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia.
Setelah tiga tahun menjabat sebagai Jenderal, beliau divonis menderita sakit paru-paru atau Tubercolosis. Penyakitnya semakin parah sehingga paru-paru bagian kanannya harus diangkat.
Atas keadaan ini, Presiden Soekarno memberikan cuti pada Jenderal Sudirman hingga kesehatannya membaik. Beliau pun diberi fasilitas perawatan dokter dan perawat pribadi, selain istrinya yang selalu setia mendampingi.
4. Agresi Militer Belanda II
Pada hari Minggu, tanggal 19 Desember 1948, Belanda melakukan kembali penyerangan yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II. Sasaran penyerangan yang dilakukan adalah ke kota Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota sementara.
Tujuan utama misi ini adalah menangkap hidup-hidup Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Sedangkan untuk Jenderal Sudirman, mereka ingin mendapatkannya hidup atau mati.
Saat itu, penyerangan melalui udara dimulai dengan menjatuhkan bom di berbagai tempat. Salah satunya di sebuah pabrik peniti yang disangka markas tentara Indonesia. Banyak tentara yang ditangkap dan Belanda mulai berulah dengan membuat tidak nyaman rakyat.
Insiden ini didengar oleh Jenderal Sudirman yang sedang terbaring lemah. Kondisinya yang masih sangat lemah membangkitkan emosinya. Beliau marah besar karena Belanda telah mengingkari janjinya untuk mengakui kemerdekaan dan pergi dari Indonesia.
Garis komando tetap berada di tangan Presiden. Saat itu, Jenderal Sudirman memerintahkan Ajudan 1 Soepardjo Rustam untuk menemui Presiden dan memohon surat mandat padanya untuk melakukan perlawanan pada Belanda.
Ternyata, usaha ini tidaklah mudah. Selain harus menembus pasukan Belanda yang telah tersebar, Soepardjo juga menemukan kesulitan dari rekan TNI yang bertugas menjaga keamanan Presiden. Semua ini dilakukan untuk lebih berhati-hati dalam bertindak.
Akhirnya, Jenderal Sudirman berangkat menuju istana dengan menggunakan kendaraan dinas. Namun, bertemu dengan Presiden juga gagal, karena saat itu sedang diadakan rapat bersama para pejabat negara penting.
Keadaan semakin tidak kondusif, kemudian Jenderal Sudirman mengambil inisiatif untuk segera memulai perang gerilya bersama pasukannya. Walau dalam keadaan sakit dan telah diingatkan oleh tim dokter, Jenderal Sudirman bersikeras untuk tetap pergi berperang.
5. Perang Gerilya
Setelah Yogyakarta dikuasai dan semua tokoh penting bahkan Presiden dan Wakil Presiden ditawan, Jenderal Sudirman segera mengambil keputusan untuk melakukan perlawanan. Strategi yang diambil adalah taktik gerilya.
Strategi ini diambil karena keterbatasan jumlah pasukan dan alat tempur yang minim. Beliau berpikir akan menggunakan hutan sebagai tempat untuk bersembunyi dan bersatu dengan rakyat yang lebih mengetahui medan.
Rute yang disepakati adalah dimulai dari pantai selatan dan akan berakhir di Gunung Wilis, Kediri. Di sana, komando akan diberikan oleh Jenderal Sudirman kepada seluruh pasukannya di seluruh tanah air dengan menggunakan pemancar radio.
Perjalanan pun harus dilanjutkan dengan menggunakan tandu, karena kondisi Jenderal Sudirman yang masih lemah. Penduduk yang setia bergantian menandu keluar-masuk hutan belantara.
Pasukan ini benar-benar mempertaruhkan jiwa raganya selama melakukan gerilya. Mereka harus sering menghadapi pertempuran di titik tertentu dan menahan derita karena kekurangan perbekalan.
Satu yang selalu diingatkan pada pasukannya adalah untuk tak pernah meninggalkan ibadah.
Perang gerilnya yang dilakukannya ini berlangsung selama 7 bulan. Dalam setiap persinggahannya, Jenderal Sudirman selalu melakukan koordinasi dengan TNI yang berjaga di tempat untuk terus memperkuat pertahanan bangsa Indonesia.
Sementara itu, para elite politik berjuang melalui diplomasi yang dimediasi oleh PBB. Hingga akhirnya keluar perjanjian Roem-Royen yang mengharuskan Belanda segera meninggal Yogyakarta dan beberapa poin lainnya.
Jenderal Sudirman pun diperintahkan untuk kembali ke Yogyakarta. Walau pada awalnya mendapat penolakan karena beliau tidak percaya kalau Belanda akan menepati janji. Namun, pada akhirnya, beliau pun mengikuti perintah yang diberikan oleh Presiden.
Rakyat menyambut dengan bangga dan gembira atas kembalinya pemimpin tertinggi TNI tersebut. Sikap juang yang gigih bahkan abai terhadap keadaan kesehatannya menarik simpati rakyat.
Akhir Hayat Jenderal Sudirman
Pasca perang gerilya, Jenderal Sudirman tetap melaksanakan tugasnya sebagai panglima tertinggi TNI. Atas desakan tim dokter, keluarga, dan juga kondisinya yang semakin memburuk, akhirnya beliau mau dirawat di Sanatorium daerah Pakem.
Pada saat Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, Jenderal Sudirman ditunjuk menjadi Panglima Besar TNI. Namun, tak sempat bertugas, beliau melanjutkan pengobatannya ke Magelang.
Jenderal Sudirman pun mengembuskan napas terakhir pada tanggal 29 Januari 1950. Lalu, kemudian disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, tepat di sebelah makam Oerip, teman seperjuangannya.
Rakyat, para pejabat, keluarga dan kerabat datang melayat dan mengantar Sang Jenderal ke tempat peristirahatan terkahir. Pemakaman yang dilakukan dengan upacara militer menjadi pelepas kepergian pahlawan Indonesia yang gagah berani.
Jasa Jasa yang Patut Dikenang
Banyak sekali jasa Jenderal Sudirman yang diberikan untuk bangsa Indonesia. Kegigihan, keberanian, dan juga kecerdasannya tercurah semua hanya untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penderitaan penjajahan.
Jasa terbesar dapat dirasakan dalam tubuh TNI. Melalui kepemimpinannya, TNI mendapat kepercayaan dari rakyat bahkan luar negeri sebagai tentara yang patut diperhitungkan. Atas jasanya ini, Jenderal Sudirman pun kemudian dikenal sebagai Bapak TNI.
Adapun jasa-jasa Jenderal Sudirman selama perjuangan ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara lain:
- Dapat melucuti senjata tentara Jepang di Banyumas tanpa terjadi pertumpahan darah.
- Berhasil melakukan penyerangan dan memukul mundur pasukan Sekutu juga Belanda pada saat pertempuran Ambarawa.
- Memimpin perang gerilya dengan gagah berani dan pantang menyerah walau dalam keadaan sakit parah.
Sebagai tanda hormat terhadap jasa-jasanya, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan beberapa tanda jasa atau kehormatan.
- Bintang Republik Indonesia Adipurna
- Bintang Republik Indonesia Adiprana
- Bintang Mahaputra Adipurna
- Bintang Sakti
- Bintang Gerilya
- Bintang Yudha Dharma Utama
- Bintang Kartika Eka Paksi Utama
- Satyalancana Perang Kemerdekaan I
- Satyalancana Perang Kemerdekaan II
Banyak sekali nilai positif yang didapat dalam diri Jenderal Sudirman. Semoga biografi ini dapat memberi informasi dan menjadi inspirasi bagi Anda.